Senin, 22 April 2013

Kagum dengan keramahtamahan Orang Italia

 Napoleon, Italia


Tiga bulan berada di Italia, tepatnya kota Napoli menggoreskan banyak kenangan tak terlupakan bagi Drs. Ilham Zoebazary, MSi. Ingat banget, beliau adalah salah satu pemateri saya waktu ikut pelatihan teater dari Universitas Jember kepada delegasi atau perwakilan tiap jurusan. Beliau kalau memberi masukan itu santai banget, tetapi bener bener ngena dan semua cerita, pengalaman dan pengetahuan beliau sangat menginspirasi. 

Salah satunya adalah sikap  keramahtamahan dan kekeluargaan yang kental yang diperlihatkan masyarakat Italia. “Selama di Napoli saya dan kawan-kawan dari Indonesia sering diundang makan oleh kawan-kawan Italia. Bukan sekedar makan, tapi ini makan besar seperti saat mereka merayakan peristiwa besar atau hari raya keagamaan,” ungkap dosen Fakultas Sastra Universitas Jember yang akrab dipanggil Mas Ilham ini. Menariknya lagi, kawan Italia yang mengundang makan juga menghadirkan anggota keluarga besarnya dari kakek nenek sampai para paman dan bibi. “Kami jadi merasa sangat terhormat, sikap ramah tamah ini berbeda dengan kebiasaan orang Eropa barat seperti di Belanda, Inggris atau Jerman,” katanya lagi. Tidak hanya ramah kepada tamu, orang Italia tidak sungkan memperlihatkan rasa kasih sayangnya di hadapan orang lain. Tak jarang saat diundang makan, Mas Ilham sering melihat anggota keluarga sang tuan rumah saling menyuapi, misalnya sang kakek menyuapi sang nenek dengan mesra. Pengalaman menarik lainnya adalah saat mengetahui Profesor Antonia Soriente pembimbingnya selama memperdalam kajian literatur di Universita di Napoli L’Orientalia bersuamikan pria asal Mayang, Jember. “Saya sangat surprised, ternyata suami Profesor Antonia asal Kecamatan  Mayang, Jember. Pantas dia tahu banyak mengenai Jember, lha wong sudah beberapa kali ke Jember hahaha,” ceritanya lagi.


Drs. Ilham Zoebazary, MSi dan Profesor Antonia Soriente

Selain pengalaman saat berinteraksi dengan warga Napoli, Mas Ilham juga banyak melihat contoh menarik terkait kehidupan akademik di kampus yang khusus mempelajari bahasa, sastra dan budaya di kawasan Asia dan Afrika. Selama Oktober sampai Desember 2012 belajar di Universita di Napoli L’Orientalia, dirinya sempat menghadiri lima seminar internasional, empat di Napoli dan satu di Leiden, Belanda. “Saya sempat heran karena seminar internasional hanya dihadiri lima belas orang saja. Beda dengan di Indonesia yang biasanya dihadiri banyak peserta. Di kampus-kampus di Indonesia, seminar internasional hanya dihadiri oleh lima belas orang saja pasti dianggap gagal,” jelasnya serius. Tetapi jangan dikira seminar tadi akan berjalan sepi-sepi saja, ternyata peserta yang minim tadi justru sangat produktif berdiskusi, saling mengeluarkan hasil penelitiannya sehingga menghasilkan banyak rekomendasi, bahkan bisa berupa buku. “Pelajaran yang dapat diambil adalah mereka menekankan pada kualitas dan bukannya kuantitas. Yang dipentingkan adalah proses selama seminar dan hasilnya, bukan banyaknya peserta seminar,” tambah dosen yang suka bertopi ala pelukis ini. Ketekunan dan kemandirian mahasiswa di Universita di Napoli L’Orientalia juga patut dicontoh oleh mahasiswa kita. Walaupun mereka mahasiswa di sebuah jurusan tertentu, tetapi setiap mahasiswa wajib menguasai dua buah bahasa lain. Misalnya saja seorang mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, selain wajib menguasai Bahasa Indonesia, mereka juga wajib menguasai satu bahasa di kawasan Asia lain dan serta satu bahasa di kawasan Eropa. “Jadi saat lulus, mereka menguasai tiga bahasa asing. Mereka tidak puas hanya belajar di kampus, mengunjungi negara yang bahasanya tengah mereka pelajari juga menjadi keharusan,” tutur Mas Ilham yang tengah menyelesaikan studi doktoralnya. (iim)    

repost, edited from:

regards,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar